Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan harian, atau catatan mengenai
kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.Di
Indonesia, istilah "jurnalistik" dulu dikenal dengan
"publisistik". Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya
berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena
berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah
jurnalistik muncul dari Amerika
Serikat dan menggantikan
publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu
Komunikasi.
Secara etimologis, jurnalistik dapat diartikan sebagai suatu karya seni dalam hal membuat catatan tentang peristiwa sehari-hari. Karya seni dimaksud memiliki nilai keindahan yang dapat menarik perhatian khalayaknya (pembaca, pendengar, pemirsa), sehingga dapat dinikmati dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya. Secara lebih luas, pengertian atau definisi jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku khalayak sesuaia dengan kehendak para jurnalisnya. (Kustadi Suhandang, 2004 : 21)
Secara etimologis, jurnalistik dapat diartikan sebagai suatu karya seni dalam hal membuat catatan tentang peristiwa sehari-hari. Karya seni dimaksud memiliki nilai keindahan yang dapat menarik perhatian khalayaknya (pembaca, pendengar, pemirsa), sehingga dapat dinikmati dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya. Secara lebih luas, pengertian atau definisi jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku khalayak sesuaia dengan kehendak para jurnalisnya. (Kustadi Suhandang, 2004 : 21)
SEJARAH
JURNALISTIK DI DUNIA
Sejarah
jurnalistik dunia dimulai pada jaman Romawi kuno. Pada masa pemerintahan Julius
Caesar (100-44). Pada saat itu, terdapat acta diurna yang memuat semua hasil
sidang, peraturan baru, keputusan-keputusan senat dan berbagai informasi
penting yang ditempel di sebuah pusat kota yang disebut Stadion Romawi atau
"Forum Romanium". Kata diurma sendiri berarti harian atau setiap
hari, dan acta yang berarti catatan. Kata-kata ini kemudian berkembang menjadi
journal (jurnal) yang berarti catatan. Journal menjadi dasar dari kata
jurnalistik atau journalism yang kita kenal hingga sekarang. Di kawasan Eropa
tidak jelas siapa pelopor pertamanya. Namun, pada 1605; Abraham Verhoehn di
Antwerpen Belgia yang mendapat ijin mencetak Niewe Tihdininghen. Akhirnya, pada
1617, selebaran ini dapat terbit 8 hingga 9 hari sekali. Beranjak ke Jerman, di
tahun 1609, terbitlah surat kabar pertama bernama Avisa Relation Order Zeitung.
Pada 1618, muncul surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante uytltalien en
Duytschland. Surat kabar ini diterbitkan oleh Caspar VanHilten di Amsterdam.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan di Prancis tahun 1631, di Italia tahun
1636 dan Curant of General newsterbit, surat kabar pertama di Inggris yang
terbit tahun 1662.
Dalam
sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal
jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir
besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga,
para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan. Untuk mengetahui apakah air
bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk
memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat
daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu
pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah
sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.
Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar
kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai
kantor berita pertama di dunia.
SEJARAH JURNALISTIK
DI INDONESIA
Pada
awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah
yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes
Gutenberg.
Di Indonesia, perkembangan kegiatan
jurnalistik diawali oleh Belanda.
Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai
alat perjuangan. Di era-era inilahBintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit. Pada
masa pendudukan
Jepang mengambil alih
kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media
yang mendapat izin terbit: Asia
Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi
kewartawanan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio
Republik Indonesia sebagai
media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek
televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi
Republik Indonesia muncul
dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto,
banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian
Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam
sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI).
Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi
Jurnalis Independen yang
mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan
ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media
massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi
profesi.
Kegiatan kewartawanan diatur
dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32
Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI.
No comments:
Post a Comment