• Untuk menyampaikan maklumat berkesan
• Pemberitahuan fakta yang jelas amat dipentingkan
• Ayat ringkas dan pendek (banyak guna kata sifat)
• Sifat bahasa adalah imaginatif dan kreatif
• Penggunaan bahasa retorik
• Tidak mementingkan tatabahasa
• Guna pernyataan tertentu
3. http://johnherf.wordpress.com/2007/06/11/ciri-ciri-iklan-menarik-hati-pelanggan/
1. Iklan bertanda asterisk (*)
2. Iklan inden (dan berhadiah)
Nah ini dia ada iklan terbaru dengan mobil dan motor terbaru, terkini, terandal. Sekarang cobalah amati dengan cermat, selain bisa inden, artinya pembeli bisa pesan dulu, eh ndilalah berhadiah pula. alamak. Puri gonggo, kelelawar bulu kuduk, gajah bleduk, itu iklan betul-betul akal-akalan pengiklan memasuki era TIK. Dahsyat sekali pengaruh iklan produk inden! Calon pembeli sungguh-sungguh terpuaskan membeli produk yang belum ada barang. Di tangan produsen barang yang dijual sebetulnya belum ada, kalau toh ada sebagai sample atau contoh produk. Lantas, sebagai tanda jadi atas pembelian barang yang ditawarkan, patut dan sepantasnya pembeli menerima hadiah. Busyettt, …. luarbiasa. Strategi pengiklan yang strategis dan jitu. Biasanya strategi penjual memuaskan dan mengikat pembeli membuat produsen memiliki modal usaha dan modal kerja diawal. Vitamin D alias duit yang masuk dari barang inden sudah cukup untuk mengetahui jumlah mobil dan motor yang harus diproduksi, misalnya.
3. Iklan berhadiah bagi 1.000 pembeli pertama
Bagi seribu pembeli pertama pastilah hadiah siap ditangan. Jangan ragu, berapa pun pembeli yang masuk ke penjual, jumlah seribu cukup sulit mendeteksinya. Apalagi kalau unit usaha bercabang-cabang. Hadiah menyebar ke pembeli belum bisa merata, kalau hadiah habis, penjual bisa meminta lagi ke cabang yang lain. Pokoknya, seribu pembeli pertama tampaknya tiada hitungan yang masuk akal. Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui seribu pembeli pertama tercapai masih masuk kategori akal-akalan penjual plus pengiklan.
4. Iklan bersyarat dan ketentuan berlaku
Teks syarat dan ketentuan berlaku letaknya tersimpan, di sudut, di tengah, dan kecil ukuran jenis hurufnya. Pembeli mula-mula senang begitu iklannya merasuk ke relung hati hingga sampai pada rencana atau respons untuk memiliki barang. Namun, ketika tiba pada ayat syarat dan ketentuan berlaku, banyak calon pembeli jadi kecewa ketika ketentuan dan syarat itu tidak ada pada diri pembeli. Apa lacur, si calon pembeli sudah ada di depan penjual.
5. Iklan berbonus pulsa
Lagi-lagi daya tarik iklan dengan memberi bonus pulsa kian menjadi-jadi. Sekali kirim surat-menyurat singkat atau SMS dengan vendor atau operator, bonus pulsa ada ditangan. Bonus ada ditangan setelah kirim-mengirim berkali-kali atau terjadi jika pengirim menjawab pertanyaan yang muncul dari perusahaan penyelenggara. Kalau pengirim menuruti perintah dengan teratur, bonus barulah diberikan. Jenis bonus ini tidak konkret karena pengirim wajib menunggu otorisasi penyelenggara.
6. Iklan hanya barang tertentu
Sale 50% wah gede banget, lumayanlah. Harga sepatu asli buatan negeri paman Sam berbanderol Rp300.000, misalnya kalau diskon 50% bukan main murahnya. Pola iklan ini mujarab untuk mengecoh calon pembeli. Setelah menimang-nimang, menimbang-nimbang, akhirnya memilih barang yang cocok, sampai di kasir bukan rasa senang yang muncul, melainkan rasa kecewa. Apalagi kalau rasa kecewa ini baru muncul di rumah kediaman atau tempat tinggal alias saat tiba di rumah. Dua kali lipat rasa kecewa muncul. Begitu komplain, balik lagi ke penjual, ternyata betullah harga yang digesek berlaku tanpa diskon. Lalu telusuri saja kenapa hal itu terjadi? Jawabannya mudah saja. Diskon hanya berlaku pada produk tertentu. Cuma teks produk tertentu seperti tampak pada dua foto di atas karya Wisnu Nugroho, redaktur Info Komputer di Wisma Kota BNI 46 Jenderal Sudirman Jakarta sebagai bukti iklan atau billboard/poster pengecoh untuk calon pembeli yang salah alamat, tapi sudah sudi mampir di gerai penjual berdiskon gede.
4. http://aanchoto.com/2009/10/kedudukan-bahasa-indonesia/
5. http://etd.eprints.ums.ac.id/5659/1/A310050072.PDF
Gorys Keraf (2004: 24) mengungkapkan bahwa kata merupakan bentuk atau unit paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, kata-kata dijalinkan menjadi satu dalam suatu kontruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa. Untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapakan suatu ide atau gagasan, seorang penutur harus memperhatikan ketepatan kata yang akan digunakan. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaiakan suatu gagasan, akan tetapi pilihan kata tidak hanya mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat diterima atau tidak merusak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat untuk menyatakan maksud tertentu perlu diperhatikan kesesuaian dengan situasi yang dihadapi. Dalam hal ini diperlukan gaya yang tepat digunakan dalam suatu situasi. Gaya bahasa merupakan cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Gorys Keraf, 2004: 23). Dengan gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Diksi dan gaya bahasa ini juga dapat dimanfaatkan dalam pemikiran strategis dan perencanaan naskah, salah satunya yakni naskah iklan.